LINTASTIDARNEWS.COM – Setelah bertahun-tahun menjadi penghubung sederhana yang hanya mampu menampung pejalan kaki dan sepeda motor, Jembatan Rejosari kini menjelma menjadi infrastruktur modern yang menghubungkan Kelurahan Kramat Selatan, Kota Magelang, dan Desa Rejosari, Kabupaten Magelang.
Peresmian jembatan permanen ini dilakukan oleh Pj Gubernur Jawa Tengah, Komjen Pol (Purn) Drs. Nana Sudjana, pada Kamis (9/1/2025), dan menjadi bukti nyata bahwa kolaborasi lintas pemerintahan mampu menghadirkan perubahan nyata.
Namun, proyek yang menelan dana hingga Rp 44,6 miliar ini juga menyimpan cerita panjang perjuangan masyarakat. Sebelum jembatan ini menjadi permanen, warga harus berjibaku dengan keterbatasan.
“Dulu, kami harus mencari jalur memutar hingga belasan kilometer jika ingin membawa barang menggunakan mobil ke Rejosari. Jembatan lama terlalu rawan untuk kendaraan berat,” ujar Sumadi, seorang warga Bandongan.
Pembangunan yang memakan waktu 10 bulan (Maret-Desember 2024) ini, selain menjawab kebutuhan transportasi, juga menegaskan betapa pentingnya sinergi antar-pemerintah. Pemerintah pusat menyediakan rangka jembatan bentang 100 meter, sedangkan pemerintah provinsi menggelontorkan anggaran besar untuk pembangunannya.
Sementara, pemerintah kota dan kabupaten bertanggung jawab membuka akses jalan sepanjang 3,08 km.
Namun, tak sedikit yang mempertanyakan efektivitas pelaksanaan proyek ini. Beberapa warga menyoroti keterlambatan komunikasi tentang pembebasan lahan di awal proyek.
“Ada warga yang tidak mendapatkan informasi jelas mengenai kompensasi lahan. Akhirnya, proses awal sedikit tersendat,” ungkap seorang warga Rejosari yang enggan disebutkan namanya.
Meski demikian, jembatan yang kini mampu dilalui kendaraan roda empat ini menjadi harapan baru.
Wali Kota Magelang, dr. Muchamad Nur Aziz, dalam pidatonya menegaskan bahwa jembatan ini bukan sekadar penghubung wilayah.
“Ini adalah jembatan masa depan. Dengan akses yang lebih mudah, diharapkan terjadi pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, terutama bagi sektor agraris dan pariwisata di wilayah Bandongan,” ujarnya penuh optimisme.
Jembatan Rejosari kini menjadi bukti bahwa Magelang tak lagi terpisah oleh batas administratif atau geografis. Namun, kerja pemerintah belum selesai.
Infrastruktur pendukung, seperti penerangan jalan, pengaturan lalu lintas, dan potensi pariwisata di sekitar Kali Progo, masih menjadi PR besar yang harus segera diselesaikan agar “jembatan masa depan” ini benar-benar mampu membawa perubahan nyata bagi masyarakat sekitar.
Dengan peresmian ini, harapan pun dilambungkan. Namun, akankah jembatan ini benar-benar menjadi simbol konektivitas yang inklusif, atau sekadar proyek yang hanya melayani sebagian kalangan? Waktu yang akan menjawab.
Writer: agr/art
Editor: Redaksi









