Lintastidarnews.com, Magelang – Insiden cekcok antara anggota Gerakan Pemuda Ka’bah (GPK) Aliansi Tepi Barat (ATB) dan sejumlah prajurit TNI yang sempat menghebohkan jagat media sosial kini resmi dinyatakan selesai.
Peristiwa tersebut terjadi pada Rabu (28/05/2025) dan terekam di dua lokasi berbeda, yakni di simpang tiga Brojonalan Borobudur dan Tugu Bunderan Salaman, Kabupaten Magelang. Video pertikaian itu sempat viral, memicu reaksi publik serta perhatian dari berbagai pihak.
Koordinator GPK ATB, Pujianto alias Yanto, membenarkan keterlibatan anggotanya dalam insiden tersebut. Menurutnya, kericuhan pertama melibatkan anggota Batalyon Infanteri 403/Wirasada Pratista dari Sleman, sedangkan yang kedua melibatkan prajurit dari Batalyon 412/Bharata Eka Sakti, Purworejo.
Ketika ditemui usai audiensi di Markas Kodim 0705/Magelang pada Senin (02/06/2025), Yanto enggan mengungkapkan pemicu pasti dari cekcok tersebut. Ia menyarankan agar pertanyaan dilayangkan langsung kepada Dandim Magelang.
Yanto menyampaikan bahwa saat kejadian, anggota GPK ATB baru saja usai melakukan aksi unjuk rasa di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Magelang. Aksi tersebut menyoroti kasus dugaan kekerasan seksual di sebuah pondok pesantren di wilayah itu.
Audiensi antara GPK ATB dan TNI berlangsung tertutup dan dihadiri sejumlah pejabat penting, termasuk Bupati Magelang, Kapolresta Magelang, Kapolres Magelang Kota, dan Dandim 0705/Magelang Letkol Inf Jarot Susanto.
Usai pertemuan, Kapolresta Magelang Kombes Pol Herbin Garbawiyata Jaya Sianipar menjelaskan bahwa telah tercapai kesepakatan dua poin penting. Pertama, GPK ATB secara terbuka menyampaikan permohonan maaf kepada institusi TNI dan masyarakat atas tindakan anggotanya yang sempat terekam kamera dan viral di media sosial.
Kedua, GPK ATB berkomitmen menjaga ketertiban, terutama dalam pelaksanaan aksi-aksi yang melibatkan massa besar agar tidak mengganggu keamanan dan kelancaran lalu lintas di wilayah Magelang.
Dengan selesainya insiden ini secara damai, seluruh pihak diharapkan dapat menjaga kondusivitas dan mengedepankan dialog dalam menyikapi dinamika sosial yang terjadi. (***)