Lintastidarnews.com, Magelang – Indonesia sejatinya adalah negeri “syurga.” Hampir semua yang diinginkan dunia ada di sini: emas, nikel, uranium, besi, minyak bumi, ikan, garam, rempah-rempah, ternak, hingga aneka sayuran. Kekayaan itu menjadikan bangsa asing selalu berusaha menguasai sumber daya kita, baik dengan cara halus maupun agresif.
Ironisnya, meski negeri ini subur, kondisi pertanian kita justru sangat bergantung pada luar negeri. Kedelai 99% impor dari Amerika, bawang putih 90% dari luar, terigu 100% impor, pupuk dan teknologi pertanian pun mayoritas dari asing. Bahkan buah-buahan, obat-obatan, hingga kebutuhan dasar petani masih dikendalikan oleh produk luar.
Kita seperti sengaja dijebak dalam ketergantungan. Dari lahir hingga mati, hampir semua kebutuhan hidup diarahkan untuk menjadi konsumen produk asing. Akibatnya, petani tidak berdaulat, tanah rusak, produk pangan tercemar bahan kimia berbahaya, dan rakyat pun dipaksa menjadi pasien tetap bagi industri farmasi global.
Padahal, bertani bukan semata soal bisnis. Bertani adalah ibadah. Sebuah amanah sebagai khalifah di bumi untuk mengolah tanah agar subur, memberi manfaat, dan menjaga keseimbangan ekosistem. Pertanian sehat akan menghasilkan pangan yang menyehatkan, bukan meracuni. Pertanian organik menjadi solusi untuk mengembalikan harmoni antara tanah, air, udara, matahari, dan manusia.
Pertanyaannya: maukah kita memberi racun kepada anak-anak sendiri? Jika tidak, maka jawabannya jelas: kita harus memperbaiki produk pertanian, kembali pada kearifan lokal, dan membangun kemandirian pangan.
Sayangnya, realitas hari ini pahit. Banyak petani yang merugi, bahkan seolah “didisain” agar bangkrut dan meninggalkan ladang. Lalu lahirlah slogan sinis: “Berhenti saja jadi petani!” Padahal justru di situlah kunci kedaulatan bangsa. Jika petani berhenti, siapa yang akan memberi makan negeri ini?
Maka, mari kita balik logika itu: jangan berhenti jadi petani, tapi mulai bertani kembali. Tidak perlu menunggu lahan luas. Lahan kecil 1×1 meter atau 3×3 meter pun bisa jadi awal kemandirian. Dari kebun rumah tangga, kita bisa melawan dominasi asing, menjaga kesehatan keluarga, dan menghidupkan semangat gotong royong.
Mari kita kampanyekan pertanian sehat dan mandiri di semua lini. Karena petani bukan hanya penjaga tanah, tetapi juga penjaga masa depan bangsa.
Assalamualaikum Magelang!
Mang Gus Abing, dalam Ngaji Pertanian bersama Mas Bayu Diningrat, Jawa Tengah.(Gus)